DISSIMILAR AIR COMBAT FLIGHT SIMULATOR

(DACFS)

 

 

Oleh  :

 

 

Kapten Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA, DBE, NA[1]

 

 

 

 

Menyimak perkembangan pertempuran di dunia akhir-akhir ini khususnya di sepanjang tahun 2003, dapat dilihat kemenangan suatu pertempuran sangat ditentukan oleh kekuatan udara khususnya pesawat-pesawat tempur.   Bila kita cermati ada satu momen penting yang “hilang” dalam pertempuran-pertempuran tersebut yakni tidak adanya pertempuran udara yang melibatkan kekuatan udara pihak-pihak yang berperang.   Daya tarik utama perang di udara adalah dog fight pesawat tempur pihak-pihak yang berseteru.   Dengan dog fight akan muncul ace-ace perang di udara yang benar-benar jempolan dan patut mendapatkan penghormatan (honor).   Dalam dog fight, para penerbang tempur akan benar-benar diuji kemampuannya baik dari segi teknik mengendalikan pesawat tempurnya maupun dari segi taktik untuk segera melenyapkan lawan dari udara.  Hanya ada dua pilihan “kill or to be killed" dan semua yang dihadapi di udara bukan lagi simulated air combat namun real-time air combat, so que sera sera.

 

Banyak metode yang diterapkan untuk “melahirkan” penerbang-penerbang tempur yang handal, diantaranya adalah flight simulation yang dilaksanakan pada suatu media yang dinamakan dengan Flight Simulator.   Kebutuhan akan Flight Simulator atau Simulator ini semakin signifikan seiring dengan semakin modernnya perlengkapan peperangan udara.   Bila di masa lalu tidak begitu banyak produsen pesawat tempur dan pada umumnya masih menggunakan teknologi konvensional, di era ini produsen pesawat tempur hampir ada di setiap benua di dunia.   Hal ini memungkinkan diversifikasi produk pesawat tempur yang dihasilkan plus kecanggihannya yang tidak dimiliki hasil karya produsen lain dan tentunya sangat rahasia.   Untuk mengetahui karakter tipe pesawat tertentu agar dapat dirancang suatu taktik untuk menaklukkannya di udara bukanlah hal yang mudah.    Cara untuk mendapatkannya bisa dilakukan dengan cara menembak jatuh seperti yang dilakukan di masa lalu, atau secara intelijen dan tentunya akan memakan dana, tenaga dan waktu tidak sedikit.  Nah, daripada memikirkan yang susah-susah, kita dapat memprediksi karakteristik pesawat tempur musuh tersebut, memprogramnya ke dalam Simulator dan mencoba untuk dog fight dengannya.

 


Military Flight Simulator


Perkembangan Military Flight Simulator dan Commercial Flight Simulator berjalan secara paralel.   Perbedaan mendasar antara kedua simulator tersebut adalah versi militer mempunyai kompleksitas model yang lebih tinggi karena adanya faktor kemampuan maneuver udara plus spesifikasi militer (Military Standard) yang diinstalasi pada pesawat-pesawat militer khususnya pesawat tempur.   Perkembangan pesat simulator militer terjadi pada masa Perang Dunia II di mana negara-negara yang berseteru berlomba-lomba untuk saling menjatuhkan pesawat tempur lawan sebanyak-banyaknya.   Bila dirunut sejak diciptakannya simulator untuk pertama kalinya, milestone simulator militer adalah sebagai berikut :

 

ñ           1929 – Link Trainer menciptakan simulator electro-mechanical pertama di dunia.

 

ñ           1939-1941 – RAF memesan beberapa Celestial Navigation Trainer yang digunakan untuk melatih kemampuan navigasi dan meningkatkan keakuratan pengeboman selama operasi serangan malam hari di Eropa.

 

ñ           1942 – Hawarden Trainer yang dibuat dari bagian tengah badan pesawat Spitfire digunakan untuk pelatihan terbang.

 

ñ           Link juga membangun Trainer ANT-18 untuk US Army-Navy untuk pelatihan terbang pesawat AT-6 dan SNJ.   Trainer ini dilengkapi dengan duplikat layout instrumen beserta performa dari instrumen-instrumen yang disimulasikan.

 

ñ           1942 – Silloth Trainer dibangun di RAF Silloth yang mensimulasikan pesawat bomber Halifax.   Trainer ini dirancang untuk melatih semua awak pesawat untuk mengenali karakteristik pesawat dan cara mengatasi malfunction sistem pesawat baik mesin, sistem elektrik maupun sistem hidroliknya.  Proses komputasinya masih menggunakan pneumatic.

 

ñ           1943 – Bell Telephone Laboratories memproduksi operational flight trainer pesawat PBM-3 US Navy.   Trainer ini terdiri dari replika cockpit dan tubuh depan PBM-3 lengkap dengan sistem kendali, instrumen dan perlengkapan tambahan bersama dengan peralatan komputasi flight equation.

 

ñ           1943US Air Force memesan flight trainer Z-1 sampai dengan Z-4 untuk pesawat AT-6 dari Curtiss-Wright.  Proses komputasi trainer ini telah dilakukan menggunakan komputer analog.

 


Flight Trainer Z-1

Gambar 5.   Flight Trainer Z-1.

 

 

ñ           1949 – Link Trainer mengembangkan flight trainer untuk pesawat jet berbasis komputer analog yang diberi nama C-II.  Flight trainer ini mampu digunakan untuk melakukan aerobatik penuh dan digunakan untuk melatih penerbang menguasai berbagai tipe pesawat jet.

 

 

Bermodal pada pengalaman para pendahulu pencipta simulator, dikembangkanlah simulator-simulator modern yang berbasiskan pada perkembangan teknologi pesawat dan teknologi informasi terkini.   Saat ini hampir semua jenis pesawat tempur yang diproduksi di dunia juga dibuatkan simulatornya dalam satu paket.  Dengan adanya simulator, rentang waktu familiarisasi pesawat tempur tersebut akan menjadi lebih singkat dan tentunya sangat menghemat anggaran.   Sebagai contoh Link Trainer pada masa kejayaannya “hanya” menghabiskan biaya USD 0.04 sen per jamnya !

 

 

Dissimilar Air Combat Flight Simulator

 

Ciri khas suatu combat flight simulator adalah adanya fasilitas untuk pelatihan air combat training atau dog fight.   Dalam kamus pertempuran udara dikenal istilah pertempuran dengan pesawat tempur sejenis (similar) dan dengan pesawat berbeda (dissimilar).   Dalam implementasinya di simulator, mensimulasikan situasi air combat bukanlah pekerjaan mudah.  Selain harus mengetahui karakteristik opponent aircraft, juga harus membuat visualisasi pergerakan dinamis pesawat saat melakukan maneuver berdasarkan karakteristik melekat padanya.   Dog fight dengan pesawat sejenis adalah biasa namun dog fight dengan pesawat yang berbeda akan memberikan sensasi tersendiri lebih-lebih bila opponent aircraft yang dihadapi diketahui memiliki karakteristik yang lebih unggul.   Ada 2 (dua) alternatif untuk melakukan simulated dissimilar air combat yaitu :

 

ñ           Opponent aircraft dimunculkan dalam bentuk simulated aircraft lengkap dengan visualisasinya.   Programmer simulator harus membuat database karakteristik jenis-jenis pesawat yang akan disimulasikan sebagai opponent aircraft.   Untuk pesawat yang berasal dari pabrik yang sama dengan pesawat yang dibuat simulatornya, data karakteristik tidak menjadi masalah.   Kesulitan akan timbul bila opponent aircraft-nya berbeda dan berasal dari pabrik yang berbeda pula, lebih-lebih data seperti ini sifatnya adalah rahasia (classified).  Bila hal ini tidak diantisipasi, apa gunanya membeli air combat simulator bila hanya mampu bertempur dengan pesawat tempur sejenis ?   Data karakteristik tersebut dapat saja dibeli dan diprogramkan di simulator namun situasi dog fight menjadi kurang realistis karena opponent pilot tidak duduk di cockpit tetapi duduk di ruang Instructor Operating Station dan mengendalikan opponent aircraft menggunakan stick dengan bantuan layar monitor berisi data yang dibutuhkan untuk dog fight.

 

ñ           Membeli simulator sesuai dengan karakteristik opponent aircraft yang diintegrasikan dengan simulator yang dimiliki menggunakan suatu metode tertentu sehingga situasi real-time simulation tetap dapat dipertahankan.   Banyak keuntungan yang diperoleh dengan alternatif ini yakni :

 

ß           Tidak perlu membeli data karakteristik karena sudah diwakili oleh simulatornya.

 

ß           Suasana air combat akan lebih realistis karena opponent aircraft diterbangkan oleh penerbang lain yang bertindak sebagai opponent pilot.

 

ß           Skill penerbang akan meningkat secara signifikan karena ada tantangan unutk membuktikan kemampuannya dalam teknik dan taktik pertempuran di udara.

 

 

Alternatif mengintegrasikan dua atau lebih flight simulator untuk mendapatkan real world air combat simulation dalam suatu arena Dissimilar Air Combat Tactic (DACT) telah lama dirintis dan dicoba untuk diimplementasikan.   Salah satu contoh adalah Differential Maneuvering Simulator (DMS) yang dikembangkan oleh NASA Langley Research Center, Hampton, Virginia, Amerika Serikat.  Secara spesifik NASA tidak menyebutkan simulator jenis pesawat apa yang diintegrasikan.  Gambar 5 menampilkan sketsa dari simulator yang diintegrasikan lengkap dengan layout peralatan simulator dan tampilan di visual system-nya.  Gambar 6 menampilkan situasi di dalam salah satu simulator dan obyek yang ditampilkan pada visual system-nya.

 


Sketsa DMS

Gambar 6.  Sketsa Differential Maneuvering Simulator (DMS).

 

Situasi di dalam DMS

Gambar 7.   Situasi di dalam salah satu dome DMS.

 

 

Konsep DMS pernah akan dicobakan pada Simulator F-16A TNI AU namun oleh karena suatu hal kemudian dibatalkan.  Dengan pembelian pesawat Sukhoi, ini adalah suatu peluang yang sangat berharga karena TNI AU memiliki pesawat-pesawat tempur dari dua benua yang pernah terlibat perang dingin di masa lalu.   Pesawat-pesawat tersebut dengan segala kelebihan dan kekurangannya memerlukan penerbang-penerbang yang handal dan bila perlu menjadi ace-ace udara Indonesia.   Simulator F-16A telah dilengkapi dengan fasilitas link dengan simulator lain sehingga akan sangat menguntungkan bila ada Simulator Sukhoi sebagai opponent aircraft Simulator F-16A atau sebaliknya.   Dengan kedua Simulator ini penerbang di masing-masing simulator dapat menguji limitasi performa pesawat-pesawat yang diterbangkannya.

 

Tidak ada salahnya berandai-andai.   Demi profisiensi penerbang-penerbang tempur TNI AU dan tentunya untuk mencapai zero accident dalam kondisi pengetatan jam terbang, ada baiknya bila TNI AU mempunyai sebuah Simulator Sukhoi yang diinstalasi di ruang di sebelah Simulator F-16A yang dulu disiapkan untuk Simulator F-5E.   Implementasi ide tidak semudah membalikkan tangan karena ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan yakni :

 

+            Kemampuan Rusia untuk memproduksi Simulator Sukhoi seperti pesawat yang dimiliki oleh TNI AU beserta after sales service-nya.

 

+            Integrasi kedua simulator yang menggunakan teknologi implementasi software dan hardware yang sangat berbeda walaupun pada dasarnya theory of simulation-nya sama.  Pengintegrasian ini dapat dianalogikan dengan menyatukan kutub Utara dan Selatan suatu magnet.   Sulit namun dapat dilakukan.  Tingkat kesulitan tertinggi akan ditemukan pada integrasi simulation software sehingga dapat dikontrol dari sebuah Instructor Operating Station dan integrasi visual system yang dapat saling menampilkan dinamika pesawat lawan di layar dome masing-masing simulator.

 

 

Untuk day-to-day maintenance DMS bukan hal yang sulit karena pada dasarnya semua simulator cara penanganannya sama, yang membedakan “hanya” model, jenis dan karakteristik software dan hardware-nya.   Hal ini sangat dipahami mengingat setiap perusahaaan mempunyai ciri khas pada produk yang dihasilkannya dan ini adalah simbol dari eksistensi perusahaan tersebut di dunia bisnis flight simulator.   Yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan simulator ini adalah para teknisinya harus disertifikasi oleh pabrik pembuatnya sehingga maintenance competency para teknisi dan tindakan pemeliharaan yang dilakukan mengikuti standar yang dikeluarkan oleh pabrik tersebut.

 

Pengembangan lebih jauh lagi ke depan adalah Composite Air Strike Flight Simulator (CASFS) yang mengintegrasikan beberapa simulator tipe pesawat yang berbeda untuk simulasi composite air strike pada suatu kegiatan olah yudha.   Bila diperlukan formasi dalam pengawalan pesawat angkut atau formasi pesawat angkut yang membawa pasukan, dapat dengan mudah diskenariokan di dalam misi simulator.  Dengan fasilitas CASFS, banyak keuntungan yang diperoleh diantaranya :

 

+            Misi ke garis depan beresiko tinggi dapat disimulasikan terlebih dahulu sehingga penerbang dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi pada saat pelaksanaan operasi terutama emergency situation.

 

+            Memperkecil kerugian personel dan materiil sehingga zero accident operasi udara dapat dicapai.

 

+            Menambah keyakinan pada personel dalam menyelesaikan tugas operasi udara.

 

 

Bagaimanapun juga dengan memiliki penerbang-penerbang tempur yang mumpuni akan menjadikan jaminan Tugas Pokok TNI AU sebagai penegak kedaulatan dan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia di dirgantara akan dapat dilaksanakan dengan sempurna.   Setidaknya kemungkinan pelecehan wilayah dirgantara NKRI oleh pesawat-pesawat tempur asing khususnya negara-negara yang memposisikan dirinya sebagai penguasa dunia dapat diminimisasi.   Oleh karena itu memiliki Dissimilar Air Combat Flight Simulator (DACFS) bagi TNI AU adalah suatu kebutuhan masa kini dan mendatang tentunya bila tidak mau direndahkan oleh negara lain.  Untuk kepentingan harga diri bangsa, suatu kompleks DACFS bukanlah hal yang sulit untuk diimplementasikan.   Dan semestinya kita tidak mau (lagi) khan disepelekan ….. ?

 

 

Daftar Pustaka

 

Dorian P., Staynes W.N. and Bolton M, Proceedings of 50 Years of Flight Simulation, 1979, RAeS’ Fifty Years of Simulation Conference, April, UK.

 

Mabes TNI AU, Doktrin TNI Angkatan Udara Swa Bhuwana Paksa, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/24/X/2000 ,17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta.

 

Mabes TNI AU, Buku Petunjuk Dasar TNI Angkatan Udara, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/25/X/2000, 17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta.

 

Mabes TNI AU, Program Pengadaan Full Mission Simulator F-16A, 1995, Kontrak No. : 006/KE/VII/AU/1995, 5 Juli, Mabes TNI AU, Jakarta.

 

Mabes TNI AU, Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur (POP) Wing Pangkalan Udara (Wing), 1999, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/6/III/1999, 16 Maret, Mabes TNI AU, Jakarta.

 

NASA Langley Research Center - Multimedia Repository, Flight Simulation Facilities, [Online], http://lisar.larc.nasa.gov/IMAGES/SMALL/EL-1996-00118.jpeg, download tanggal 27 Februari 2003

 

National Defense Magazine, F-22, Joint Strike Fighter Trainers Redefine ‘Point-and-Click’ Warfare, [Online], http://www.nationaldefensemagazine.org/articles.cfm, download tanggal 27 Desember 2002.

 

Rolfe, J.K. and Staples, K.J., Flight Simulation, 1986, Cambridge University Press, UK.

 

Sumari, Kapten Lek Ir. Arwin D.W., FSI, FSME, VDBM, SA, F-16A Simulator: Preparing for Any Mission Anytime, 2002, Angkasa, English Section, No. 15, April, Jakarta.

 

Sumari, Kapten Lek Ir. Arwin D.W., FSI, FSME, VDBM, SA, Upaya Meningkatkan Kemampuan Tempur TNI AU Melalui Aplikasi Teknologi Flight Simulation Pada Masa Lima Tahun Mendatang, 2003, Karmil, SEKKAU, Jakarta.



[1]   Kepala Fasilitas Latihan, Flight Simulator Instructor (FSI), Flight Simulator Maintenance Engineer (FSME), Visual Database Modeler (VDBM), System Administrator (SA), Database Engineer (DBE) dan Network Administrator (NA) Full Mission Simulator F-16A Fasilitas Latihan (Faslat) Wing – 3 Tempur Lanud Iswahjudi